Sudah hampir 9 tahun hidupku tak menentu. Aku harus berjuang menghidupi buah anakku, apalagi lihatlah Jihan anak pertamaku. Ia layu kakinya tak bisa bergerak. Luka derita sebagai kepala rumah tangga harus Aku hadapi.
Suamiku sudah 2 tahun silam pergi bak ditelan bumi, meninggalkan kedua anakku tanpa alasan yang jelas. Sejak putus hubungan suamiku tak pernah memberi nafkah kepada anak - anakku. Aku tidak tahu mengapa ia pergi.
Anakku yang pertama Jihan, usia 9 tahun, memang cacat sejak umur 10 bulan. Jika ingin peristiwa pahit yang dialami anakku Jihan, enggan terasanya Aku menceritakannya kembali. Aku hanya bisa mengambil hikmahnya saja.
Pada usia 10 bulan, ia dua kali dioperasi, karena kondisi fisiknya terganggu, terutama kedua kakinya. Beruntung anakku yang kedua yang berusia 2 tahun menjadi penghiburku. Raut wajahnya yang sebagai anak normal lainnya, ia cantik dan menggemaskan. Setiap harinya ia hanya bisa diam hingga duduk tak bertahan lama. Jihan juga tidak bisa berbicara dengan normal, seperti anak - anak sebayanya. Ia hanya bisa tersenyum dan tertawa.
Berbagai cara pengobatan medis dan tradisional sudah Aku lakukan demikian. Namun usaha ini tidak ada kemajuan untuk membawa Jihan ke dokter Aku tak lagi mempunyai biaya. Kadang juga terpaksa Aku meminjam ke tetangga. Yach.. berat rasanya jika menanggung hidup mereka ! Tapi Aku sadar, ia adalah anak titipan Tuhan. Aku harus merawatnya betapa pun beratnya.
Jalatin ingin sekali merawat dan menyekolahkan anak - anaknya. Ia sebagai petugas kebersihan salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, namun mimpinya pun belum bisa terwujud karena Jihan. Kupingnya yang lumpuh harus masuk sekolah khusus dan Jalatin tak bisa membiayainya.
Meski hanya sebagai petugas kebersihan disalah satu perguruan tinggi swasta. Aku ingin menyekolahkan anak - anakku setinggi mungkin. Hempasannya Aku belum bisa mewujudkannya. Ia harus disekolahkan ke sekolah khusus orang - orang cacat yang memerlukan biaya tidak sedikit.
Aku tidak tahu kapan impian itu terwujud. Kini Aku masih tinggal numpang dirumah kontrakan orangtuaku. Ya ... kami sudah tinggal 30 tahun dirumah kontrakan ini, di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Rumah ini jauh dari layak, karena orangtuaku tak mampu memperbaikinya bahkan tidak ada kamar dirumah ini.
Aku, dua anakku dan ibuku serta kakakku tidur dilantai dengan beralaskan kasur seadanya. Hari - hariku memang terkuras mengurus dia, kadang Aku kasihan melihat kakinya karena sering terabaikan. Sehari - hari ia lebih banyak diurusi oleh ibuku. Ibuku sangat sayang kepada dia.
Selain kondisi fisiknya tidak sempurna. Jihan sangat rentan dengan suara - suara keras, termasuk suara kendaraan yang melintas didepan rumahku. Ia kaget dengan suara keras, ia akan mengalami kejang - kejang disertai panas tinggi.
Yach.. Aku bersyukur ! Ada dermawan yang menyumbang kursi roda untuk Jihan sehingga ia bisa berjalan kesana kemari, masih tetap harus dengan didorong. Setidaknya bisa menikmatkan kembali. .Dulu tidak ada kursi roda, Jihan hanya bisa berbaring ditempat tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar